PARBOABOA, Medan - Biro Perekonomian Sumatra Utara mendapati temuan 71 persen telur dari provinsi ini diekspor ke provinsi lain. Hal ini yang menyebabkan harganya melonjak signifikan.
Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Sumut, Naslindo Sirait mengatakan, sejumlah komoditi pangan mengalami kenaikan harga dari 0-20 persen sejak dua pekan terakhir di Desember 2022. Kenaikan harga ini menjadi salah satu pemicu tingginya inflasi, selain ketersediaan pasokan barang.
“Ke depan kita harus dapat menahan laju inflasi ke kisaran 0,4 persen agar target inflasi di bawah 5 persen dapat dicapai di akhir tahun,” katanya.
Naslindo mengatakan, penyebab terjadinya kenaikan harga yang memicu tingginya inflasi di Sumut, berdasarkan temuan di lapangan, beberapa komoditas didistribusikan ke luar Sumut. Sementara kebutuhan dalam provinsi sendiri, tidak kalah besarnya.
Dia merinci, hasil temuan di lapangan, ada satu produsen telur ayam mendistribusikan produksinya keluar Sumut, yakni ke Jakarta hingga 9.616 ikat, Aceh 943 ikat dan Batam 3.710 ikat, di mana untuk berat perikatnya mencapai 15 kg.
Untuk distribusi di Sumut khususnya ke Medan, sebutnya, sebanyak 5.555 ikat.
“Artinya ada 71 persen yang keluar dan hanya 29 persen yang didistribusikan di dalam provinsi, sekaligus penyebab kenaikan harga yang juga terjadi pada komoditi seperti cabai merah.
Berdasarkan data perkembangan harga komoditas pangan selama dua pekan di Desember 2022 (1-16/12/2022), cabai merah mengalamai kenaikan signifikan sebesar 20 persen, dari Rp28.868 perkilogram di awal Desember, menjadi Rp34.930/kg pada 16 Desember.
Begitu juga cabai rawit hijau yang naik 16 persen selama dua pekan, telur ayam ras naik 3,4 persen, daging ayam 2,9 persen dan ikan gembung 1,2 persen.
“Kenaikan ini masih memungkinkan untuk bergerak, mengingat semakin dekatnya momentum perayaan hari natal dan tahun baru (Nataru) 2022-2023,” jelas Naslindo.
Antisipasi untuk itu, kata Naslindo, Pemprov Sumut merancang lima strategi pengendalian inflasi di sisa waktu sepekan terakhir Desember 2022.
Meminta seluruh kabupaten/kota menggelar pasar murah secara masif, terutama lima kota IHK (Indeks Harga Konsumen) seperti Medan, Pematangsiantar, Padangsidimpuan, Gunungsitoli dan Sibolga.
Termasuk melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke produsen atau gudang penyimpanan, agar tidak ada spekulan yang menahan dan menimbun barang pokok menjelang nataru. Kemudian meminta PD Pasar untuk menjadi distributor kebutuhan pokok seperti telur, gula, minyak goreng dan tepung sehingga saluran distribusi menjadi banyak dan tidak dimonopoli pengusaha tertentu.
“Sehingga dapat memotong mata rantai distribusi menjadi lebih pendek. Karena semakin panjang mata rantainya, membuat harga semakin mahal,” ucapnya.
Selanjutnya kata Naslindo, Pemprov Sumut meminta para produsen agar mengutamakan pemenuhan kebutuhan pasar di Sumut. Serta terakhir, menugaskan badan usaha milik daerah (BUMD) untuk melakukan perdagangan guna memenuhi beberapa komoditas yang masih defisit seperti bawang putih dan bawang merah dari luar Sumut, bekerja sama dengan petani di Brebes Jawa Tengah.