PARBOABOA, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memecat staf Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Barat (Jakbar) Tri Prasetyo Utomo karena terbukti secara sah melakukan korupsi senilai Rp 370 Juta.
Tri membuat seolah-olah uang Rp 370 juta itu disalurkan ke Yayasan anak Yatim bernama Yayasan Nurul Arasy. Caranya, meminta kepada KS (korban) untuk membuat kwitansi palsu. Pimpinan Yayasan Nurul Arasy, Sinar Suryani Ratih dalam persidangan menegaskan, tak pernah ada sumbangan sebesar itu. Tri hanya pernah memberikan uang dengan nilai antara Rp 1-2 juta kepada yayasan.
Pemberhentian Tri dari PNS tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 989 Tahun 2021 yang ditandatangani Gubernur Anies Baswedan pada 16 Agustus 2021.
Keputusan ini berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 36/Pidsus TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 11 November 2020 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Tri Prasetyo Utomo dijatuhi pidana penjara selama satu tahun empat bulan, serta membayar denda sebesar Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta Maria Qibtiya, Senin (20/9).
Pemberhentian ini sesuai dengan ketentuan hukum UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Tri Prasetyo Utomo belakangan telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk mencabut SK pemecatannya itu. Namun, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta Yayan Yuhanah menegaskan, gugatan tersebut digugurkan karena dinilai tidak sesuai prosedur.
"Keberatan pemberhentian seharusnya diajukan banding administratif kepada Badan pertimbangan ASN melalui Badan Pertimbangan Pegawai bukan ke PTUN. Gugatan digugurkan dalam proses dismissal sebelum masuk persidangan," ujar Yayan.
Adapun proses dismissal merupakan proses penelitian terhadap gugatan yang masuk di PTUN oleh Ketua Pengadilan.
Dalam proses tersebut, Ketua Pengadilan melalui rapat permusyawaratan memutuskan dengan dilengkapi pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan tidak diterima.